Senin, 08 Oktober 2018

ZAID BIN HARITSAH

Resume Shirah Shahabath Nabi 

Tugas CP 1

Nama : Muhammad Aldy Yuwanda

Nim : 04218034

Prodi : Sistem Informasi (A) 

Download PPT PowerPoint tentang sahabat nabi Zaid bin Haritsah Download PPT

ZAID BIN HARITSAH
TAK ADA ORANG YANG DICINTAINYA DARIPADA RASULULLAH



Sudah lama sekali Su’da istri Haritsah berniat berziarah ke kaum keluarganya di kampung Bani Ma’an. Ia sudah sudah tidak sabar menunggu waktu berangkatnya. Di suatu pagi yang cerah, suaminya ialah ayah Zaid, mempersiapkan kendaraan dan perbekalan untuk keperluan itu. Su’da sedang mengendong anaknya yang masih kecil, Zaid bin Haritsah. Di waktu menitipkan istri dan anaknya kepada rombongan kafila yang akan berangkat. Dan ia harus menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, menyelinap rasa sedih di hatinya dan menyuruh dirinya agar turut mendampingi istrinya. Akhirnya perasaan gundah tersebut hilang bersamaan dengan berangkatnya rombongan kafila dari kampung mereka. Tibalah waktunya Haritsah mengucapkan selamat jalan bagi istri dan puteranya disertai air mata.

Setelah beberapa lama Su’da bersama kaumnya berdiam di kampunga Bani Ma’an, hingga suatu hari dikejutkan oleh gerombolan perampok badui yang menjarah kampung tersebut. Kampung itu porak poranda. Semua milik yang berharga dikuras habis dan penduduk yang tertawan digiring oleh perampok itu, termasuk si kecil Zaid Bin haritsah. Dengan perasaan duka kembalilah ibu Zaid kepada suaminya seorang diri.

Haritsah yang mengetahui kejadian tersebut jatuh tak sadarkan diri. Dengan tongkat dipundaknya ia berjalan mencari anaknya dari kampung ke kampung, padang pasir pun dijelajahinya. Dia bertanya pada kabilah yang lewat, kalau ada yang tau tentang anak kesayangannya “Zaid”. Tetapi dia tidak menemukan anaknya, maka bersyairlah dia untuk menghibur dirinya sambil menuntun untanya untuk menghibur dirinya.

Akhirnya perampok tersebut  pergi menjual barang-barang dan tawanan hasil rampokannya ke pasar ‘Ukadz. Si kecil Zaid dibeli oleh Hakim bin Hizam dan kemudian harinya ia memberikannya kepada mak ciknya, Siti Khadijah.  Pada waktu itu Khadijah Radliyallahu ‘ anha telah menjadi istri Muhammad bin Abdillah (sebelum diangakat menjadi Rasul dengan turunya wahyu pertama). Selanjutnya Khadijah memberikan khadamnya Zaid sebagai pelayan bagi Rasulullah. Beliau menerimanya dengan senang hati kemudian memerdekakannya. Zaid diasuh dan didiknya dengan segala kelembutan dan kasih sayang seperti anaknya sendiri.

Akhirnya ayahnya mendapatkan kabar bahwa Zaid telah berada di kediaman Muhammad dan Khadijah. Ia pun mendatangi Rasulullah Saw, memohon agar beliau bersedia mengembalikan Zaid kepadanya walapun ia harus membayar dengan harga mahal sekalipun.Maka Muhammad bin Abdullah pun berkata “panggillah Zaid kesini, suruh kepada untuk memilih sendiri. Jika seandainya ia memilih anda, maka saya akan kembalikan kepad anda dengan tanpa tebusan sepeserpun. Namun jika sebaliknya ia memilihku, Demi Allah aku tidak akan menerima tebusan & tidak akan 
menyerahkan orang yg telah memilihku”.

Setelah mendengar perkataan Nabi Muhammad Saw, Haritsah pun tersentuh hatinya. Betapa murah hatinya seorang laki-laki yg ada dihadapannya itu. Ia pun berujar “sungguh anda telah menyadarkan 
kami & anda pun telah memberi keinsafan di balik kesadaran itu”.

Setibanya Zaid dihadapan keduanya, ayah kandungnya dan ayah angkatnya. Muhammad bin Abdullah pun bertanya kepada Zaid “tahukah engkau siapa orang ini?

“ya tahu, ini adalah ayahku, sedangkan yg seorang lagi adalah pamanku” ucap Zaid. Kemudian Nabi Muhammad Saw menjelaskan kepadanya akan kebebasan dalam memilih, apakah ia akan ikut ayahnya atau ikut bersama dirinya.

Tanpa pikir panjang, Zaid memutuskan dan menjawab “tidak ada orang pilihanku kecuali engkau! Engkaulah ayah dan engkaulah pamanku”

Mendengar jawaban tersebut, Muhammad bin Abdullah terharu, menangis dan bersyukur. Dituntulah Zaid menuju pekarangan Ka’bah dimana ketika itu orang-orang Quraisy sedang berkumpul. Lalu serunya : “saksikanlah oleh kalian semua, dimulai dari saat ini Zaid adalah anakku, yang nantinya menjadi ahli warisku dan aku menjadi ahli warisnya”.

Mendengar hal tersebut Haritsah pun senang dan bersukacita, sebab ia menemukan kembali anaknya bebas merdeka tanpa tebusan, malah sekarang diangkat menjadi anak angkat Nabi Muhammad SAW. Dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Maka kembalilah ayah Zaid dan pamannya kepada kaumnya dengan hati yang hati tentram.

Di suatu hari wahyu pertama turun kepada sayyidina Muhammad yaitu Q.S. Al-‘Alaq; 1-5. Kemudian datang wahyu berikutnya Q.S. 74 Al-Muddattsir: 1-3, Q.S. 5 Al-Maidah: 67 dan seterusnya. Maka tak lama Rasul memikul tugasnya dengan turunnya wahyu itu, jadilah Zaid sebagai orang yang kedua masuk islam. Rasul sangat sayang kepada Zaid karena kejujuran, kebesaran jiwa, kelembutan dan kesucian hatinya, disertai terpelihara lidah dan tangannya. Menyebabkan Zaid memiliki kedudukan tersendiri sebagai “Zaid Kesayangan”.

Ia adalah seorang laki-laki berperawakan pendek, berkulit coklat kemerahan, dan berhidung pesek; tapi dia adalah manusia yang mantap dan teguh serta berjiwa merdeka.dan karena itulah dia mendapat tempat tertinggi di Islam dan di hati Rsaulullah SAW. Sebagaimana Aisyah radliyallahu ‘anha berkata, “setiap Rasulullah mengirimkan suatu pasukan yang disertai oleh Zaid, pastilah ia yang diangkat Rasulullah menjadi pemimpinnya. Seandainya ia hidup sesudah Rasul, tentulah ia akan diangkatnya sebagai khalifah!”

Setelah dewasa, Nabi Muhammad bermaksud untuk menikahkan Zaid dengan anak maciknya yang bernama Zainab binti Jahsy. Zainab pun tidak mampu menolaknya. Akhirnya, Zaid menikah dengan Zainab. Hubungan pernikahan mereka hanya bertahan beberapa tahun, Ia bermaksud untuk menceraikan Zainab karena tak ada hubungan cinta yang erat. Akhirnya, Zaid
memutuskan untuk mencerikan Zainab.

Rasulullah menikahi Zainab. Sesuai dengan surat Al-Ahzab ayat 37, Allah memperbolehkan seseorang untuk menikahi bekas isteri anak angkatnya. orang-orang munafik mempergunjingkan Nabi Muhammad yang menikahi bekas isteri anak angkatnya. Setelah itu, turun wahyu surat Al-Ahzab ayat 40 yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad bukanlah bapak Zaid, sehingga Zaid berubah kembali namanya menjadi Zaid bin Haritsah. Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad dapat menikahi bekas isteri Zaid, Zainab binti Jahsy. Kemudian dia mencarikan istri baru untuk Zaid dan mengawinkannya dengan Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah.

Perannya dalam Perang Mu’tah
Perang Mu’tah yang terjadi pada tahun 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriyah, terjadi di kampung yang bernama Mu’tah, sebelah timur sungai Yordania & al Karak, perang terjadi antara pasukan Khulafaur Rasyidin yg dikirim Rasulullah Saw dan tentara kekaisaran Romawi Timur (Bashra).

Perang Mu’tah
Sebelum pasukan Islam diberangkatkan, Rasulullah Saw telah memilih 3 orang sahabat untuk mengemban amanah sebagai panglima dengan cara bergantian, jika panglima pertama gugur dalam medan perang maka disambung oleh panglima kedua dan seterusnya. Ini merupakan keputusan yang sebelumnya tidak pernah Rasulullah lakukan. 3 orang sahabat tersebut adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan seorang sahabat dari anshar, Abdullah bin Rawahah (seorang penyair Rasulullah Saw).
Setelah dipilihnya panglima tersebut, Rasulullah memberangkatkan sekitar 3000 pasukan tentara Islam. Terdengar berita bahwa Heraklius telah mempersiapkan 100.000 pasukan. Ditambah bala tentara bantuan dari kaum Nasrani yang terdiri dari beberapa suku Arab (kaum musyrikin Arab) dengan jumlah yg sama. Mendengar kabar berita demikian, sebagian para sahabat mengusulkan kepada Rasulullah Saw agar meminta bantuan pasukan atau memberikan keputusan yg lainnya.
Lantas ‘Abdullah bin Rawahah ra mengobarkan semangat juang kepada para sahabat dengan perkataannya “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak sukai ini adalah perkara yang kamu keluar mencarinya, yaitu Syahadah (gugur dalam medan perang di jalan Allah azza wa jalla). Kita tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk membela agama ini yang Allah azza wa jalla telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah, hanya ada salah satu dari 2 kebaikan; kemenangan atau gugur (syahid) dalam medan perang”.

Akhirnya Zaid bin Haritsah sebagai panglima pertama yg ditunjuk oleh Rasulullah Saw kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Kedua pasukan saling bertemu dan berperang begitu sengit. Panglima yang begitu gigih berjuaang di celah-celah panah pasukan musuh dan sampai akhirnya tewas terbunuh fi sabilillah. Seketika Zaid melihat melihat taman-taman surga dengan dedaunan hijau, memberitahukan kepadanya bahwa itulah hari istirahatnya dan kemenangnya. Dia terseyum lebar dengan tenang penuh nikmat, ia mati syahid bersama para muslim lainnya. Bendera panji pun beralih tangan ke panglima kedua Ja’far bin Abi Thalib ra.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.